Jelajah Pesona Cangkuang

24 Juni 2012

Sudah waktunya berwisata kembali bersama komunitas Sahabat Budaya. Tujuan kami kali ini adalah situs Candi Cangkuang yang terletak di Garut. Sekitar jam delapan pagi, kami berangkat dari Citos menuju Garut. Tadinya gue mengkhawatirkan perjalanan kami akan terhadang macet sehingga menghabiskan waktu yang lama di jalan. Ternyata kami hanya membutuhkan waktu sekitar empat jam untuk sampai di Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Cangkuang sendiri adalah nama dari sebuah pohon yang berguna sebagai obat antioksidan.

Candi Cangkuang terletak di daratan yang ada di tengah Danau Cangkuang. Menurut Abang Ahmad, pemandu kami, ada jalan darat yang bisa dilalui dengan sepeda motor. Namun, rasanya lebih seru kalau kita menyeberang menggunakan rakit beratap. Penarik rakit menggunakan bambu untuk menggerakkan rakit menuju sisi lainnya dari Danau Cangkuang. Sepertinya air di danau seluas sekitar dua puluh lima hektar  ini tidak terlalu dalam. Namun terdapat lapisan lumpur yang cukup dalam di dasar danau. Gunung-gunung yang mengelilingi Desa Cangkuang membuat pemandangan di Danau Cangkuang ini sungguh cantik

DSCN3626

DSCN3646

DSCN3640

DSCN3724

Setelah menyeberang, kami beribadah terlebih dahulu di sebuah masjid yang terletak di Desa Adat Kampung Pulo. Dinamakan Kampung Pulo karena terletak di tengah pulau. Sejak abad tujuh belas, di kampung ini hanya terdapat tujuh bangunan. Dilarang bagi penduduk kampung untuk mengurangi atau menambahkan bangunan. Tujuh bangunan ini merupakan gambaran dari keturunan seorang ulama penyebar agama islam di Kampung Pulo, Arif Muhammad yang memiliki tujuh anak. Satu bangunan masjid melambangkan satu anak laki-laki dan enam bangunan rumah tinggal melambangkan enam anak perempuan. Setiap rumah hanya ditinggali oleh satu kepala keluarga. Sekarang ini penduduk yang tinggal di Kampung Pulo berjumlah dua puluh satu orang yang merupakan generasi  kedelapan hingga sepuluh.

DSCN3719

DSCN3654

DSCN3659

DSCN3663

Di pulau ini kami juga melihat Makam Arif Muhammad. Beliau adalah adalah seorang  panglima perang Kerajaan Mataram. Karena kalah dari perang dan takut dibunuh Sultan Agung kalau beliau kembali ke mataram. Akhirnya beliau mencari tempat bersembunyi di Desa Cangkuang. Kala itu penduduk Desa Cangkuang menganut aliran animisme dan dinamisme. Beliau dengan damai menyebarkan agama islam dan warga sekitar pun menerimanya dengan baik. Beliau dimakamkan dekat dengan Candi Cangkuang sebagai tanda penghormatan masyarakat kepada beliau. Yang unik dari makamnya adalah nisan yang tidak berdiri tegak melainkan miring sekitar empat puluh lima derajat. Filosofinya adalah jika tegak berarti sombong sedangkan miring berarti merendah.

DSCN3688

Setelah makan siang ala piknik, kami dijelaskan mengenai pesona sejarah yang ada di Desa Cangkuang. Setelah itu kami diajak untuk melihat Candi Cangkuang lebih dekat. Candi Cangkuang merupakan candi peningalan umat hindu dari abad tujuh sampai delapan. Ditemukan dalam kondisi berantakan pada tanggal 9 Desember 1966 oleh Drs Uka Candrasasmita. Sebelumnya beliau mendapatkan petunjuk dari sebuah buku berbahasa belanda  yang ditulis oleh Vorderman. Di bukunya dijelaskan bahwa di Desa Cangkuang terdapat arca siwa dan juga makam Arif Muhammad. Kemudian candi tersebut dipugar pada tahun 1974 hingga tahun 1976. Empat puluh persen bagian candi itu adalah asli sedangkan sisanya adalah cetakan baru. Candi Cangkuang akhirnya diresmikan pada tanggal 8 Desember 1976. Di dalam candi seluas empat setengah meter persegi ini ada sebuah arca Dewa Siwa mengendarai Lembu Nandini. Namun, biasanya kita hanya bisa lihat dari luar karena pintu besi di candi tersebut dikunci oleh pengelola kawasan dengan alasan keamanan.

DSCN3666

DSCN3673

DSCN3675

DSCN3687

Dekat dengan candi, kita bisa mengunjungi museum yang berisi foto-foto dan berbagai naskah kuno peninggalan Arif Muhammad.  Naskah yang berusia ratusan tahun tersebut berbahan kertas yang dibuat dari kulit kayu saeh. Kami pun diberi contoh pembuatan kertas tersebut oleh pemandu kami. Setelah itu kami bergerak kembali menuju Jakarta. Namun sebelumnya kami membeli oleh-oleh khas Garut. Yang paling banyak diketahui orang adalah dodol tetapi sekarang ada yang lebih menarik. Yaitu dodol yang dibalut dengan coklat dengan kemasan yang menarik.

DSCN3707

DSCN3692

DSCN3694

DSCN3738

Menjelajah Garut memang tidak bisa dilakukan dalam sehari. Karena masih banyak sekali tempat wisata yang dapat dikunjungi. Lain kali memang harus diluangkan waktu yang lebih banyak untuk berkunjung ke Garut yang memesona hati…

NB: Foto selengkapnya bisa dilihat di sini.

7 thoughts on “Jelajah Pesona Cangkuang

  1. Sebuah tulisan dan cerita ytg indah, tp
    boleh koreksi ya, yg benar lembu Nandini.

  2. Pingback: Bersantai di Garut « Catatan Perjalanan Penggila Buku

Leave a comment