Menyapa Dewa di Dieng Plateau

8-10 Juni 2012

Tidak banyak gunung ataupun dataran tinggi yang ingin gue kunjungi. Alasannya adalah gue tidak tahan dengan suhu udaranya yang rendah. Salah satu dataran tinggi impian yang akhirnya gue kunjungi adalah Dataran Tinggi Dieng. Sudah lama gue ingin ke sana sejak mendengar cerita kakak gue tentang indahnya Dieng. Kali ini gue ikut dalam program Float2Nature yang diprakarsai oleh Lembah Pelangi, Picnicholic dan Float. Alasan gue ikut ke program mereka adalah konsep perjalanan yang dikemas secara menarik. Gabungan antara petualangan, kepedulian lingkungan, musik dan budaya setempat.

Yang paling menantang gue dalam perjalanan ini adalah kami akan berkemah di kawasan Dieng tepatnya Telaga Cebong. Padahal sudah diketahui secara umum bahwa suhu udara di Dieng cukup rendah. Apalagi pada bulan-bulan yang masuk di dalam musim kemarau, suhu udara bisa mencapai nol derajat celcius. Membayangkannya saja sudah membuat gue gemetar kedinginan. Namun, nantinya akan dihangatkan dengan api unggun sambil menyaksikan konser band Float di alam terbuka. Sebelum perjalanan dimulai, pikiran gue sudah liar membayangkan betapa serunya program kami nanti. Pertama kali berkemah di gunung dan menyaksikan konser di alam terbuka.

DSCN3539

Kami berangkat dari Jakarta pada hari jumat pukul sembilan malam. Ternyata perjalanan kami menuju Dieng tidak berjalan dengan lancar. Kami terjebak macet selama lima jam di Nagrek karena adanya kecelakaan. Kami akhirnya baru sampai pada pukul tujuh malam di hari sabtu. Itu artinya kami menghabiskan waktu dua puluh dua jam perjalanan untuk sampai di tempat perkemahan kami. Perjalanan yang melelahkan tersebut membuat gue kehilangan minat untuk menonton band float di luar tenda. Akhirnya gue hanya mendengarkan mereka dari dalam tenda. Tentunya lebih hangat karena gue sudah masuk ke dalam sleeping bag dan siap untuk tidur.

Esok paginya kami bangun sekitar pukul empat pagi. Setengah jam berikutnya kami sudah mulai naik ke atas untuk melihat sunrise. Perjalanan ke atas cukup melelahkan karena banyak tangga batu yang mesti dipijak dengan kemiringan yang cukup menyulitkan. Belum lagi kami harus berhati-hati karena tangganya licin. Setelah perjalanan sekitar dua puluh menit, kami pun sampai di pos pandang pertama. Pemandu memberikan pilihan pada kami untuk tetap berada di sana atau naik ke puncak. Gue pun memilih untuk melanjutkan pendakian ke Puncak Sikunir. Jalurnya lebih sulit karena tidak lagi berupa batu yang disusun melainkan hanya tanah coklat. Kita harus berhati-hati dalam berpijak dan harus berpegangan pada semak tinggi atau pohon. Tanah yang licin karena hujan kemarin sore membuat gue beberapa kali terpeleset. Dari peristiwa itu gue memutuskan akan membeli sepatu yang lebih pas dan nyaman untuk naik ke gunung.

DSCN3500

Setelah menunggu sambil mengambil gambar, melihat momen sunrise pun harus dilupakan. Banyak awan ataupun kabut yang menutupi ketika matahari terbit. Walaupun sedih karena tidak bisa melihat sunrise, suasana fajarnya juga telah memukau kami. Pemandangannya sungguh indah yang selalu saja membuat gue bersyukur akan keagungan tuhan. Dari atas kami juga bisa melihat perkemahan kami di pinggir Telaga Cebong. Setelah puas memotret, kami pun turun kembali. Ternyata turun gunung pun bukan urusan mudah. Beberapa kali gue terpeleset bahkan sempat sekali duduk terjatuh.

DSCN3526

DSCN3551

Sesampainya di bawah, kami membersihkan diri kemudian menyiapkan untuk melanjutkan perjalanan kami yang sempat tertunda kemarin karena terlambat datang. Kami mencoba tetap menjalankan semua jadwal yang ada pada hari terakhir kami di Dieng. Tujuan pertama kami adalah Telaga Warna. Dinamakan telaga warna karena telaga ini sering kali ditemukan bergonta-ganti warna. Ketika gue mengunjunginya, telaga sedang berwarna hijau. Air telaga ini mengandung belerang, namun baunya tidak menyengat. Kita bisa melihat gelembung-gelembung udara di permukaan telaga. Namun itu bukanlah karena airnya yang panas mendidih tapi hanya gas saja. Kondisi airnya pun bisa dibilang dalam kondisi agak dingin. Kami tak bisa berlama-lama menikmati indahnya pemandangan di sini karena waktu yang mepet. Padahal rencananya kami akan pergi ke Telaga Pengilon dan Dieng Theater yang lokasinya berdekatan dengan Telaga Warna.

DSCN3552

DSCN3561
Sedikitnya waktu juga membuat kami tak berlama-lama di Kawah Sikidang. Ada kawah yang masih aktif ataupun sudah tidak aktif lagi. Kawah yang aktif seringkali berpindah-pindah tempat. Kami tidak mendekat ke kawah yang masih aktif dikarenakan mengejar waktu dan kondisi kami yang kelelahan. Dari pinggir kawasan kawah sikidang kami dapat mencium bau belerang yang sangat menyengat. Maka sangat disarankan untuk menggunakan masker untuk menutup hidung. Di sini harus berhati-hati karena biasanya ada gas karbonmonoksida yang tak tercium baunya tapi bisa berakibat fatal membuat badan kita lemas hingga berujung pada kematian.

DSCN3578
Tempat terakhir yang kami kunjungi adalah komplek Candi Arjuna. Sesampainya di sana, kami diajak untuk menyaksikan pertunjukan Tari Lengger yang merupakan tarian khas Dieng. Tarian ini biasanya dilakukan untuk ritual ruwatan atau tolak bala. Tarian ini juga berbau mistis dilihat dari aksi yang dilakukan penari pria yaitu memakan beling. Gue yang tidak suka dengan adegan seperti itupun dengan sigap menyingkir dari pertunjukan tersebut. Selesai menonton pertunjukan tersebut, kami diajak untuk menanam pohon sebagai bukti kepedulian kami terhadap lingkungan.

DSCN3586

DSCN3598

Kemudian kami melihat candi-candi yang berada di komplek Candi Arjuna. Candi yang ada di sini yaitu Candi Sembadra, Candi Puntadewa, Candi Srikandi dan Candi Arjuna. Sebenarnya masih ada beberapa candi lainnya yang lokasinya berdekatan. Namun, lagi-lagi karena kami harus mengejar waktu untuk kembali ke Jakarta, kami harus merelakan untuk tidak melihat candi-candi tersebut. Setelah itu gue menyempatkan diri untuk menikmati makanan khas Dieng, Mie Ongklok. Mie ini dicampur dengan sayur-sayuran berupa kol dan kucai serta kuah yang khas. Biasanya ditemani dengan dua tusuk sate sapi. Selain itu gue juga membeli oleh-oleh khas Dieng berupa keripik kentang dan manisan carica. Keduanya sangat nikmat untuk dijadikan cemilan.

DSCN3602

DSCN3609

DSCN3620

DSCN3618

Rasanya belum puas menjelajahi tanah tempat bersemayamnya para Dewa-Dewi ini. Semua terasa cepat karena dilaksanakan secara terburu-buru. Gue berniat untuk kembali ke sini lagi dengan suasana lebih santai. Tentunya dengan meluangkan waktu yang lebih banyak untuk mengunjungi tempat-tempat yang belum ataupun sudah gue kunjungi. Mudah-mudahan suatu saat nanti akan tiba kembali waktunya untuk menyapa Dewa-Dewi di Dataran Tinggi Dieng. Salam…

NB: Foto selengkapnya bisa dilihat di sini.

5 thoughts on “Menyapa Dewa di Dieng Plateau

  1. Waaah udah lama gue pengen ke sini Run tapi belum kesampean. Moga-moga dalam waktu dekat bisa terwujud deh… Hihihi masih panjang bener daftar tempat yang belum berhasil gue kunjungi…

  2. Apa siy Harun yang bikin kamu niat berjelajah? What do you get form your journey this Far?

Leave a comment